Headlines News :
Home » » Sekularisme

Sekularisme

Written By KMJ MESIR on Wednesday, September 10, 2014 | 7:05 AM

Terminologi sekularisme diterjemahkan kedalam bahasa Arab dengan ilmaniyyah, dan tersebar luas di Mesir dan Timur Tengah. Terminologi sekularisme berasal dari bahasa Inggris secularism, yang berarti bersifat keduniaan, kesemestaan, dan yang nyata dari dari apa yang ada di dunia. Lawan katanya adalah: suci, yaitu yang bersifat keagamaan, wakil dari langit, yang menguasai segala hukumnya, jadi sekularisme menempatkan hal-hal ilmiah, tata aturan dan masalah-masalah sosial pada posisi agama.

Karena terminologi ini tumbuh di masyarakat Eropa yang mempunyai kecenderungan arah pada keduniaan dan aliran realisme dalam mengatur urusan dunia. Bukan dengan syari'ah Allah yang datang dari luar alam ini. Mereka mengatur urusan hidup di dunia ini dengan aturan yang bersifat keduniaan (al-'alamiyyah atau 'ilmaniyyah).

Sekularisme sebagai pandangan manusia dalam mengatur dunia, dijadikan aliran dalam referensi keduniaan untuk menangani urusan-urusan manusia, tidak mungkin dapat dipahami tanpa menelusuri perjalanan sejarah peradaban Eropa pada perkembangannya dalam kerangka Peradaban Barat Kristen dengan akar-akar Helenisme Yunani di bidang filsafat, Tradisi Romawi dalam bidang hukum, serta Tradisi Kristen yang masuk ke dalamnya.

Agama Kristen sejak awal perkembangannya selama berabad-abad di tengah masyarakat Eropa adalah sebagai agama. Bukan negara atau politik dan sebagai satu ajaran cinta kasih yang tidak memberi manusia acuan hukum dan sistem pemerintahan. Sementara misi gerejanya khusus di kerajaan langit, tidak mempunyai urusan dengan kekuasaan di bumi dan mengatur masyarakat manusia dalam masalah politik, ekonomi, sosial dan tidak pula disiplin ilmunya.

Selama rentang waktu berabad-abad ini hubungan yang berjalan antara gereja dan negara mengacu pada Teori Dua Pedang (Theory of the Two Swords) yaitu pedang ruhiyah kekuasan milik gereja dan pedang zamaniyah kekuasaan sipil, milik negara. Akan tetapi ketika gereja keluar dari batas-batas sebenarnya, yaitu hanya misi rohani, kerajaan langitpun lalu merebut kekuasaan temporal maka urusan duniapun diintervensi oleh kekuatan agama. Kemudian sebagai akibatnya, masyarakat Eropa mengalami stagnasi dan kemunduran serta masa-masa kegelapan dan yang berkembang kemudian pada masa itu adalah Teori Satu Pedang (Theory of One Sword), yaitu kekuasaan yang digabungkan antara otoritas agama dan kekuasaan sipil, baik berada di tangan tokoh-tokoh gereja maupun di tangan para raja atau kaisar. Atas nama agama mereka menduduki tahta kerajaan dan gereja memberkati. Sistem ini dikenal dalam sejarah Eropa dengan Terminologi Hak Ketuhanan bagi Raja-Raja (Divine Right of The Kings).

Dalam menghadapi sistem ini pada kenyataan keterbelakangan peradaban yang diakibatkan oleh kondisi suram serta kesewenang-wenangan atas nama agama, muncullah pemerintahan sekuler yang diletuskan oleh Renaissance Eropa yang secara terbuka menentang kekuasaan dan dominasi agama serta membangun
kecenderungan sekularisme baru, di atas Tradisi Eropa Modern yang kemudian menggeser agama dan ketuhanan untuk diganti dengan otoritas akal dan empirisme.

Paham sekularisme yang  melanda Eropa telah mengembalikan peran gereja ke batas-batas wilayahnya yang semula. Penyelamatan rohani dan kerajaan langit serta mengangkat moto,  “Serahkan apa yang menjadi Hak Kaisar kepada Kaisar, dan apa yang menjadi Hak Tuhan kepada Tuhan”, di samping menempatkan akal dan empirisme terpisah dari agama dan ketuhanan. Sebab hanya akal dan realitas empirik yang dijadikan pedoman dalam urusan peradaban manusia, yaitu membuat tirai antara langit dan bumi, dengan bertolak dari satu filosofi bahwa alam ini berdiri sendiri yang diatur oleh hukum sebab dan akibat tanpa membutuhkan adanya aturan tuhan (Divine Laws) yang turun dari balik alam indrawi ini. Jadi, sekularisme dapat dipahami menjadi acuan dalam mengurus planet ini pada manusia sendiri. Tanpa campur tangan dari aturan samawi atau wahyu yang datang dari Allah.

Sekularisme Eropa pernah mengenal adanya aliran yang mempercayai adanya tuhan dan para filosufnya mampu mengkombinasikan antara kepercayaan pada tuhan pencipta alam dan sekularisme yang memandang bahwa alam ini berdiri sendiri, yang mana urusan kehidupan manusia dipandang ada pada otoritas manusia yang bebas dari aturan syariah tuhan. Sintesa ini mengacu pada konsep Aristoteles tentang wilayah perbuatan ilahi. Tuhan menurut pandangan Aristoteles, tuhan itu maha esa terpisah dari alam, tetapi Dia adalah penciptanya. Dia telah menitipkan pada alam dan dunia ini hukum sebab akibat, yang mengatur dengan sendirinya dan untuk dirinya. Bukan karena adanya sesuatu dari luar yang menimbulkan gerak padanya. Perhatian tuhan itu bergantung pada dirinya dan tidak memiliki campur tangan dalam peristiwa parsial di dunia dan alam semesta. Filosuf-Filosuf Barat yang membuat sintesa ini di antaranya Hobbes (1588-1679), Locke (1633-1716), Leibniz (1647-1716), Rousseau (1712-1778), Lessing (1729-1817).

Alam dipandang berdiri sendiri, dan diatur oleh hukum sebab musabab  yang dititipkan oleh Tuhan padanya. Hukum alam inilah yang dijadikan sumber objek pengetahuan yang benar, yang dapat dijelaskan dengan argumen dan reasoning yang dilakukan oleh manusia melalui akal dan pengamatan empiric tanpa campur tangan dari langit. Demikian landasan sekularisme membangun "keduniaannya" pada konsep Aristoteles bagi wilayah perbuatan dzat Ilahiah, Dia hanya sebagai Pencipta, lalu setelah selesai menciptakan, perhatian-Nya hanya tertuju hanya pada dzat nya sendiri. Tanpa mengurusi atau mencampuri urusan makhluk-makhluk-Nya, tidak berbeda dengan pembuat jam yang memberikan sarana dan alat-alat yang menimbulkan gerakan, tanpa harus berada dan mengurusi bagaimana jam itu berjalan setelah pembuatannya.

Trend sekularisme lebih mudah memantapkan posisinya karena terbantu oleh watak agama Kristen yang mempunyai konsep tentang hubungan antara agama dan negara: "Berikan apa yang menjadi milik Kaisar kepada Kaisar." Sementara peran agama tidak lebih dari sekedar penyelamat rohani. Dan kerajaan langit tidak memberi satu aturan syariatpun tentang masyarakat dan negara, Sehingga masalah ini seolah menjadikan agama terpenjara di gereja, agama hanya ada dalam gereja dan dalam hati sanubari individual "revolusi perbaikan agama".

Disamping itu faktor pendukung lain bagi tumbuhnya perkembangnya sekularisme, adanya tradisi Romawi di bidang filsafat hukum dan perundang-undangan yang telah menjadikan asas "manfaat" yang tidak dikaitkan dengan agama dan moralitasnya serta aturan-aturan yang menjadi tolak ukurnya, akan tetapi asas manfaat itulah yang menjadi ukuran. Oleh sebab itu, jalan menuju ke undang-undang hukum sekular terbuka lebar.

Demikian sekularisme tumbuh dalam lingkungan Era Kebangkitan Barat yang ditandai dengan pemisahan antara "langit" dari "bumi" serta pembebasan masyarakat manusia dari ikatan-ikatan dan batasan-batasan syariat Tuhan, kemudian  sandaran rujukan untuk mengurus dunia ini hanyalah manusia sebagai penguasa atas dunia ini. Kemuadian manusia  hanya tunduk pada akalnya saja dalam ideologi Renaissance yang mendirikan epistemologi yang memisahkan antara dua era ruh manusia. Pertama era keselamatan Tuhan menurut Thomas Acquini dan kedua era ensiklopedi para filosuf pencerahan (Renaissanse).

Maka harapan pada kerajaan langit bergeser untuk diganti dengan era rasionalisme, sistem karunia Ilahiyah menghilang di hadapan sistem alam, dan otoritas Tuhan tunduk pada otoritas kesadaran manusia yang disebut dengan terminologi kebebasan.


Penulis: Mohammad Aebror El Fairuz

Sumber:  Ma'rakah al-Mushthalahat baina al-Gharb wa al-Islam, Dr. Muhammad Imarah, Maktabah An-Nahdoh Misr

Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : KMJ Mesir | KMJ Forum | PPMI Mesir
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. VISI - MEDIA KMJ - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Modified © by KMJ MESIR