Rohku sudah tergulung ombak
Namun mataku masih basah menatap
Burung malam tenggelam dalam awan tipis
Purnama sempurna bentangkan terang
Semut-semut kecil menawarkan cerita
Tapi alam telah kehilangan senyumku
Rohku sudah tergulung ombak
Namun napasku bertiup bersama nadi cemas
Aku tertimbun selaksa pedih
Yang kupunguti dari selasar waktu
Kurajut dan kujadikan baju
Kubuat juga handuk untuk usap keluh melimbur
Rohku
sudah tergulung ombak
Namun
mataku masih basah menatap
Tangan
tuan mencengkram
Tak puas
pada cengkraman
Ia
hantamkan padaku
Bibirku
biru oleh gincu gratis
Gincu
yang kudapat dari tuan
Aku
bergincu tinju
Kukira
dapat kujual keringat untuk beli gincu
Ternyata
tak perlu kucari
Ia
datang pada ujung keringat dan harga diri
Di
negri asing aku tak seperti orang asing
Saat
aku lahir di bawah selembar kain merah dan putih
Bibirku
belum biru
Masih kumaini ombak-ombak
Mengapa kini aku mainan ombak?
Kapan
kibaran bendera bawa aku terbang pulang?
Tinggalakan tuan
Tinggalkan gincu
Rohku tercecer di karang-karang
Berpendar pada kilah laut malam
Ditampari dingin dari asin laut kegelisahan
Dan aku tak mampu berenang
Isi kantongku kerdil tak mengajariku hidup
Tak segagah gincu yang meletup-letup
Oh gincu, bebeskan aku dari warnamu
Maka
lepaskan garuda dari kurungan bingkai garang
Agar ia kumpulkan serpihan kehidupan dari karang-karang
Untuk ia bawa melangit dan mendarat di tanah kelahiran
Tempat aku ingin dikuburkan
Jangan buat aku menunggu lama
Nyawaku tinggal setipis embun
Aku bisa busuk dalam detik-detik rumit
Bukankah garuda tak suka bangkai?
Oleh: Prabu Magis
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !