Jika konsep Aristoteles tentang perbuatan Tuhan
yaitu menciptakan tanpa memelihara dan mengatur alam serta peradaban
manusia, maka konsep ini tidak berbeda dengan konsep Kristen. Membiarkan
apa yang menjadi milik Kaisar kepada Kaisar, tanpa campur tangan dari otoritas
Tuhan dalam apa yang menjadi milik Kaisar itu, kemudian didukung dengan
filsafat hukum Romawi yang menjadikan tujuan aturan hukum adalah mewujudkan
manfaat dan maslahat duniawi, tanpa adanya ikatan dengan moralitas agama atau
nilai-nilai keimanan, atau kebahagiaan akhirat.
Konsep-konsep dan pandangan dalam tradisi
peradaban Barat ini telah membukakan jalan bagi reaksi bersifat sekular
terhadap kesewenang-wenangan gereja dan monopoli otoritas politik dan
intelektual, sehingga sekulerisme yang memisahkan "Langit" dan
"Bumi", membebaskan peradaban manusia dari kendali agama, dan memberi
kebebasan mutlak bagi manusia dalam mengatur masyarakat sebagai makhluk
terunggul di planet ini. Konsep Sekulerisme ini, lebih dekat dengan konsep
Aristoteles tentang perbuatan Dzat Ilahiah, dan berpeluang lebih besar untuk
dapat diterima oleh kalangan Kristen dengan mengajak mereka "memberikan
apa yang menjadi milik Kaisar kepada Kaisar", dan lebih dekat dengan filsafat
hukum Romawi dalam melepas hukum dari nilai-nilai keimanan serta tujuan-tujuan
mulia yang terkadang dalam hukum itu.
Sedangkan konsep Islam tentang masalah
perbuatan Dzat Ilahiah, lebih dari sekedar sebatas menciptaan semua makhluk
yang ada, bahkan disamping menciptakan, Allah juga memelihara dan mengatur
segala sesuatu yang ada di planet ini, termasuk perjalanan hidup umat manusia
serta peradaban mereka.
Al-Qur'an memandang bodoh terhadap konsep
animisme Jahiliah seperti halnya juga dengan konsep Aristoteles, tentang
wilayah perbuatan Tuhan hanya sebatas pencipta, sedangkan mengurusi Dunia dan
peradaban manusia, menurut Aristotelianisme diserahkan kepada manusia dan hukum
sebab musabab yang ada pada alam dan fenomenanya. Pandangan ini dalam animisme
jahiliah diwakilkan kepada sekutu-sekutu Tuhan, berhala dan thaghut.
Al-Qur'an memandang bodoh konsep ini. Seperti
yang terdapat pada Surah Az-zumar ayat 38: "Dan
sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, siapakah yang menciptakan langit dan
bumi, niscaya mereka menjawab, Allah. Katakanlah, maka terangkanlah kepadaku
tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan
kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan
kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka
dapat menahan rahmat-Nya? Katakanlah ! Cukuplah Allah bagiku, hanya kepada nya
jua bertawakal orang-orang yang berserah diri."
Jika menjadikan sekelian makhluk adalah hak
Allah, sedangkan mengurusi nya menjadi hak selain Allah, ini merupakan konsep
jahiliah yang tidak dapat diterima.
Sebagaimana dalam Surat Al-an’am ayat
136: "Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu
bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan oleh Allah, lalu mereka
berkata sesuai dengan persangkaan mereka, ini untuk Allah dan ini untuk
berhala-berhala kami. Maka sajian-sajian yang diperuntukkan bagi
berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah. Dan sajian-sajian yang
diperuntukkan bagi Allah, maka sajian-sajian itu sampai kepada berhala-berhala
mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu."
Pernyataan ini mirip dengan konsep sekuler
tentang moto: "Agama untuk Tuhan sedangkan negara untuk semua." Ini
adalah keburukan jahiliah yang dipandang bodoh oleh Al-Qur'an dan tidak
diterima oleh pandangan Islam tentang wilayah perbuatan Dzat Tuhan.
Di pihak lain, Islam memberi konsep tentang
perbuatan Dzat ilahiah. Pencipta segala sesuatu dan pengatur segala urusan
bahkan masalah yang dapat dilakukan oleh manusia sekalipun tetap masuk dalam
wilayah kehendak dan perbuatan nya, manusia sebagai khalifah Allah, ia terikat
dengan syari'ah nya yang merupakan akad dan sumpah amanat kekhalifahan, ia
hamba dari Penguasa segala yang ada, bukan menjadi penguasa segala yang ada ini. Jadi
Tuhan menurut pandangan Islam yaitu menciptakan dan mengatur segala yang ada,
tidak ada yang terjadi kecuali terjadi atas kehendak Allah SWT.
Penulis: Mohammad Aebror El Fairuz
Sumber: Ma'rakah al-Mushthalahat baina al-Gharb wa
al-Islam, Dr. Muhammad Imarah, Maktabah An-Nahdoh Misr
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !